Peringatan Hari Anti Kekerasan

Tanggal 25 Nopember dideklarasikan pertama kalinya sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. Penghapusan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan kerja bersama dan sinergi dari berbagai komponen masyarakat untuk bergerak secara serentak, baik aktivis HAM perempuan, Pemerintah, maupun masyarakat secara umum. Dalam rentang 16 hari, para aktivis HAM perempuan mempunyai waktu yang cukup guna membangun strategi pengorganisiran agenda bersama yakni untuk:

  • menggalang gerakan solidaritas berdasarkan kesadaran bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM,
  • mendorong kegiatan bersama untuk menjamin perlindungan yang lebih baik bagi para survivor (korban yang sudah mampu melampaui pengalaman kekerasan),
  • mengajak semua orang untuk turut terlibat aktif sesuai dengan kapasitasnya dalam upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Strategi yang diterapkan dalam kegiatan kampanye ini berupa kegiatan-kegiatan strategis yang diarahkan untuk:

  • meningkatkan pemahaman mengenai kekerasan berbasis gender sebagai isu Hak Asasi Manusia di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional
  • memperkuat kerja-kerja di tingkat lokal dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan
  • membangun kerjasama yang lebih solid untuk mengupayakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan di tingkat lokal dan internasional
  • mengembangkan metode-metode yang efektif dalam upaya peningkatan pemahaman publik sebagai strategi perlawanan dalam gerakan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
  • menunjukkan solidaritas kelompok perempuan sedunia dalam melakukan upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
  • membangun gerakan anti kekerasan terhadap perempuan untuk memperkuat tekanan terhadap pemerintah agar melaksanakan dan mengupayakan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Kekerasan terhadap perempuan berdampak pula pada anak dan keluarga. Untuk itu diperlukan keterpaduan keluarga dan masyarakat serta stakeholders terkait perlindungan perempuan dan anak.

Partisipasi lembaga dan masyarakat merupakan amanat dari Pasal 14, UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT : Pemerintah dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat atau lembaga sosial lainnya dalam upaya penghapusan KDRT. Pasal 73, UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak : Masyarakat bisa perseorangan, LPA, lembaga sosial kemasyarakatan, LSM, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha dan media masa. Pasal 57, UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO : Masyarakat wajib mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang.