FGD PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Kemiskinan merupaka suatu hal yang sexy untuk dibahas terus dan terus dalam proses pembangunan. Kemiskinan masih menjadi persoalan besar yang hingga kini belum tertanggulangi dengan baik, meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk mengentaskan masyarakat dari garis kemiskinan.

Dalam FGD Pengentasan Kemiskinan, disampaikan bahwa Kota Yogyakarta masih memiliki masalah terkait kemiskinan dan ketimpangan pendapatan atau gini ratio. Angka kemiskinan di Kota Yogyakarta berada di bawah DIY namun untuk ketimpangan berada di atas DIY. Berdasarkan hasil pengamatan melalui jaminan perlindungan sosial yakni Kartu Menuju Sejahtera (KMS), di tahun 2018, ada empat kecamatan di Kota Yogyakarta yang angka kemiskinannya paling tinggi. Keempat kecamatan yang dimaksud adalah Mergangsan, Tegalrejo, Umbulharjo dan Gondokusuman.

Hadir dalam Kegiatan tersebut, 4 narasumber yaitu Bapak Wakil Walikota, Kepala DInas Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Perlindungan Anak, Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Tenaga Kerja Transmigrasi, serta Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial. Masing-masing narasumber menyampaikan berbagai program yang telah dilakukan dalam upaya pengentasan kemiskinan Kota Yogyakarta.

Problematika paling signifikan dalam pengentasan kemiskinan adalah masih tingginya Inclusion Error dan Exclusion Error. Selama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan Garis Kemiskinan (GK) untuk menentukan tingkat Kemiskinan. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran di bawah GK dikategorikan sebagai penduduk miskin. Adapun GK terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan Non Makanan. Garis Kemiskinan Makanan merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 100 kilokalori per kapita per hari. Sedangkan, Garis Kemiskinan Non Makanan menunjukkan banyaknya rupiah yang diperlukan untuk mendapatkan kebutuhan pokok bukan makanan seperti perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya

Padahal, pengukuran ini memiliki kelemahan karena parameternya hanya sebatas aspek ekonomi yang tidak sepenuhnya dapat digunakan untuk wilayah kabupaten karena perbedaan budaya lokal dan faktor-faktor non ekonomi maupun kondisi geografis. Selain itu, pengukuran hanya berdasarkan pada sampel rumah tangga dan bersifat makro, sehingga tidak dapat digunakan untuk menggambarkan secara konkrit kondisi rumah tangga di Indonesia.

Strategi Pemkot Yogya dalam Upaya Penanggulangan Kemiskinan. Salah satu upaya yang kemudian dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta untuk menanggulangi masalah kemiskinan ini adalah dengan gerakan Gandeng Gendong. Gandeng Gendong dapat diartikan sebagai semangat bersama untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di lingkungan masyarakat (kampung, kelurahan, kabupaten/kota, provinsi dan negara) cukup pangan, sandang, pekerjaan, papan, pendidikan, kesehatan dan pergaulan sosial,

Berdasakan data PSKK UGM, secara umum, potret kemiskinan di Kota Yogyakarta dari tahun 2009 – 2018 cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2009 tercatat sebesar 10.05%, dan tahun 2018 menjadi 6.98%. Gerakan Gandeng Gendong sudah berkontribusi dalam pengurangan angka kemiskinan di Kota Yogyakarta meskipun belum optimal.

Hanya saja, hambatan dalam implementasi gerakan ini adalah mulai tergerusnya semangat kegotong-royongan, dan kurangnya sinergi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam melaksanakan program-program penanggulangan kemiskinan.